Heri Mahbub
Temukan hubungan erat antara sains dan Al-Quran dalam artikel ini. Pelajari bagaimana Al-Quran menginspirasi ilmu pengetahuan modern, integrasi dan peran ilmuwan Muslim dalam sejarah, serta strategi sains dan Islam di era digital untuk kemajuan umat. Baca selengkapnya untuk wawasan mendalam tentang ilmu dan iman.
Ilmu pengetahuan terkhusus sains dan Agama sering kali dianggap sebagai dua entitas yang bertolak belakang. Namun, dalam ajaran Islam, ilmu pengetahuan justru memiliki hubungan erat dengan Al-Quran. Islam tidak hanya mendorong umatnya untuk mencari ilmu, tetapi juga menjadikan ilmu pengetahuan atau sains sebagai bagian dari perjalanan spiritual menuju pemahaman yang lebih dalam tentang ciptaan Allah.
Artikel ini akan membahas integrasi hubungan antara sains dan Al-Quran serta bagaimana keduanya dapat dipadukan untuk kemajuan umat manusia.
Secara etimologi, kata ’sains’ diadaptasi dari kata bahasa Inggris ”science” yang sebenarnya berasal dari bahasa Latin ”scientia” yang berarti mengetahui atau pengetahuan, (to know, knowledge) dan perkataan Latin juga ’scire’ yang berarti belajar (to learn).
Dua istilah tersebut identik dengan istilah Arab, ’alima, ’ilm yang dalam tradisi Islam masih dibedakan dengan istilah idrak (persepsi) yang bertumpu pada pencerapan indrawi dan irfan (pengenalan), mempunyai makna yang mirip dengan knowledge atau ilmu pengetahuan.
BACA JUGA: Keajaiban Al-Quran Menjawab Tantangan Zaman
Al-Quran bukan hanya kitab suci yang berisi aturan dan petunjuk kehidupan, tetapi juga mengandung banyak ayat yang berkaitan dengan fenomena alam dan ilmu pengetahuan alam. Dalam beberapa ayat, Allah menantang manusia untuk merenungi ciptaan-Nya dan memahami hukum-hukum alam:
"Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya?" (QS. Al-Anbiya: 30).
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim)." (QS. Al-Mu’minun: 12-13).
"Dan Dia-lah yang menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar dalam garis edarnya." (QS. Al-Anbiya: 33).
Islam sejak dibawa Rasulullah memberikan sumbangsih besar terhadap peradaban dunia dan kemajuan manusia. KH. Hamid Fahmy pimpinan di GONTOR menyebut 4 fase kelahiran tradisi ilmiah dalam Islam; yakni 1. periode nubuwah, 2. pembentukan strukutur ilmu al Qur’an dan hadis, 3. lahirnya tradisi kelimuan dan 4. lahirnya disiplin ilmu Islam.
Fase pertama adalah masa turunnya wahyu. Alparslan menjelaskan bahwa periode ini terjadi pada saat Nabi Muhammad Saw. masih hidup, yaitu pada 2 periode Makkah dan Madinah. Pada fase ini Nabi meletakkan dan mengatur sistem keyakinan fundamental umat Islam; artinya pembentukan pandangan dunia Islam (Islamic worldview) sudah terjadi. Perwujudan Worldview inilah yang menjadi basis dibangunnya tradisi ilmiah dalam Islam.
Fase Kedua, munculnya struktur ilmu pengetahuan al-Qur’an dan Hadits. Fase ini ditandai dengan kesadaran akan perlunya menjelaskan konsep-konsep fundamental yang terkandung pada dua sumber utama Islam; seperti kosep tentang iman, Islam, ihsan, wujud, akhirat, dan lain-lain. Konsep-konsep itu dianggap sebagai kerangka awal konsep keilmuan.
Fase Ketiga lahirnya tradisi dan disiplin keilmuan Islam. Sebagai konsekuensi logis dari adanya kerangka awal konsep keilmuwan Islam, dan ditambah lagi dengan adanya perkembangan masalah yang dihadapi umat Islam. Fase ini ditandai dengan adanya hadirnya komunitas ilmiah; seperti Ashab Suffah, berkembang banyak lahir ulama Islam yang faham sains, atau ilmu pengetahuan Islam. Inilah tradisi ilmiah mulai terlihat. Spesifik sesuai disiplin ilmu.
Fase keempat adalah fase lahirnya disiplin ilmu-ilmu Islam. Pada fase ini komunitas ilmiah mulai melakukan spesifikasi terhadap berbagai jenis disiplin ilmu; membedakan satu disiplin ilmu dengan yang lain; memberi nama yang spesifik. Seperti ilmu fikih, ilmu nahwu, ilmu sharf; dan dalam perkembangannya selanjutnya menyentuh disiplin sains, seperti ilmu astronomi, ilmu pertanian, ilmu kenegaraan, kedokteran, aljabar, kimia, ilmu alam, ilmu hayat dan sebagainya.
BACA JUGA: Mengapa Al-Quran Tetap Relevan di Era Modern: Tafsir Terkini Tentang Kitab Suci Islam
Islam menempatkan ilmu pengetahuan dalam posisi yang sangat tinggi. Bahkan, wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah perintah untuk membaca dan mencari ilmu:
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan." (QS. Al-‘Alaq: 1).
Dari ayat ini, kita dapat memahami bahwa Islam menekankan pentingnya membaca, belajar, dan meneliti. Ilmu pengetahuan tidak hanya untuk dunia, tetapi juga sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah. Ayat-ayat Al-Quran jika digali dengan pemahaman yang benar, hal itulah menyebabkan ilmuwan Muslim tidak mempertentangkan agama dan sains.
hubungannya adalah kesatupaduan pemikiran atau kerangka berfikir yang didasarkan atas cara pandang terhadap dunia atau yang dikenal dengan basis (Islamic worldview). Bagi ilmuwan Muslim, hubungan sains dan Islam adalah bersumber dari sumber yang sama, jadi sama-sama valid dan dapat diterima umat, yaitu Wahyu Al-Quran.
Integrasi antara sains dan Al-Quran bukan hanya tentang mencari kesesuaian antara keduanya, tetapi juga tentang membangun pola pikir terpadu yang menghargai kedua sumber pengetahuan. Berikut beberapa prinsip integrasi ilmu:
BACA JUGA: Menyelami Kecantikan dan Kekuatan Bahasa Al-Quran: Pendekatan Sastra
Hal ini menunjukkan bahwa di dalam sains Islam, Al-Qur’an adalah sumber utama ilmu pengetahuan. Seperti yang disampaikan Syekh Yusuf Qardawi, Kalamullah merupakan wahyu bagi umat manusia di dalamnya bersumber segala macam ilmu pengetahuan. Al-Qur’an sebagai kitab suci juga sumber ilmu pengetahuan. Sains kemudian dikembangkan berasaskan pada kebenaran objektif wahyu tersebut.
Dalam sains Islam, wahyu mendapat tempat tertinggi dan utama. Maka, posisi agama sangat sentral, penting bahkan sains digali dari wahyu yang notabennya adalah sumber kebenaran; termasuk kebenaran sains. Di sini terlihat begitu sentralnya wahyu dalam sains Islam. Dengan begitu, sains dan Ajaran Islam adalah satu kesatuan. Tidak ada dikotomi antara keduanya.
Sejarah Islam mencatat bahwa para ilmuwan Muslim seperti Ibnu Sina, Al-Farabi, Al-Khawarizmi, dan Jabir Ibn Hayyan tidak hanya menguasai ilmu agama tetapi juga ilmu sains, kedokteran, matematika, dan kimia. Mereka adalah contoh nyata bagaimana sains dan Al-Quran dapat berjalan beriringan.
Peradaban Islam pada abad ke-8 hingga ke-14 mengalami masa keemasan ilmu pengetahuan karena adanya integrasi yang kuat antara sains dan Islam.
Di era modern sekarang, integrasi sains dan Islam masih menjadi tantangan. Namun, banyak ilmuwan Muslim yang terus menggali hubungan antara Al-Quran dan ilmu pengetahuan. Beberapa langkah yang dapat diambil untuk memperkuat integrasi ini meliputi:
BACA JUGA: Tantangan dan Kesempatan dalam Menyebarkan Dakwah dengan Al-Quran di Era Digital
Hubungan sains dan Al-Quran bukanlah sesuatu yang saling bertentangan, melainkan saling berintegrasi dan melengkapi. Al-Quran memberikan petunjuk dasar tentang fenomena alam yang kemudian dikaji lebih dalam oleh ilmu pengetahuan.
Dengan memahami sains dan mengembangkan ilmu pengetahuan dalam perspektif Islam, umat Muslim dapat kembali mencapai kejayaan sebagaimana yang telah dicapai oleh peradaban Islam di masa lalu. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus menggali, meneliti, dan mengintegrasikan ilmu sains dengan ajaran Islam demi kemajuan umat manusia, punvaknya menjadi Rahmatan Lilalamin.
Wallahu'alam
Sumber Jurnal: